JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Tampaknya “Macan Asia yang Tertidur” mulai membuka matanya untuk menjalankan sebuah misi penting dan menorehkan catatan baru dalam sejarah dunia.
Misi penting itu adalah memimpin banyak negara di dunia serta menciptakan tatanan kehidupan yang jauh lebih baik, melalui Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang puncaknya telah berlangsung di Nusa Dua, Provinsi Bali, pada tanggal 15 sampai 16 November 2022 dan disemarakkan dengan beragam seni budaya Indonesia.
Tiga isu utama yang ditawarkan Indonesia adalah transisi energi berkelanjutan, transformasi digital, dan arsitektur kesehatan global. Ketiganya didasari atas pandangan Indonesia yang merasa bahwa dunia sedang dilanda krisis yang berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia.
Misalnya, di saat pandemi COVID-19 belum usai, rivalitas berbagai negara terus menajam dan berujung pada terjadinya peperangan yang melupakan Hak Asasi Manusia. Akibatnya, peperangan mengganggu stabilitas ketahanan pangan, energi, dan keuangan sangat dirasakan dunia, terutama negara berkembang.
Isu-isu itu kemudian berhasil menarik perhatian perwakilan dari 17 negara, untuk hadir secara langsung dan menyampaikan pandangannya bersama Presiden RI Joko Widodo dalam G20. Ke-17 negara itu sendiri adalah Indonesia, Amerika Serikat, China, Turki, Korea Selatan, Afrika Selatan, Argentina, Prancis, Komisi Eropa, Arab Saudi, Australia, India, Inggris, Jerman, Italia, Jepang dan Kanada.
Pada satu waktu langka itulah, Presiden Jokowi memanfaatkan waktu untuk membahas semua krisis agar dapat menghasilkan sesuatu yang konkret serta bermanfaat bagi dunia. Indonesia berhasil menggaet anggota negara G20 untuk membangun kehidupan yang berkelanjutan, lewat kebudayaan dan kearifan lokalnya yang membumi.
Kearifan lokal yang telah mengakar dalam masyarakat Indonesia, mengajarkan sikap baik untuk menjaga hidup berdampingan dengan segala makhluk hidup lainnya supaya dapat terus menjadi sumber kehidupan di bumi.
Tentu penerjemahan di masa sekarang, kita bukan ingin kembali ke masa lalu itu, tetapi dengan prinsip-prinsip seperti ini, dengan dukungan sains, dengan dukungan teknologi, kita akan bisa menghasilkan satu sistem kehidupan atau penentu kehidupan living hood, yang sustainable atau berkelanjutan.Dengan nilai-nilai positif seperti gotong royong, toleransi dan semangat demokrasi itulah Jokowi memimpin KTT G20 dengan khidmat dan menyampaikan berbagai tantangan dunia saat ini dengan cara yang santun.
Bahu membahu
Aura positif terasa sangat jelas dalam G20, yakni semua pihak sepakat untuk menciptakan dunia yang setara dan adil, salah satunya adalah membangun dana pandemi (pandemic fund), sebagai buah hasil pembicaraan isu kesehatan.
Pendanaan ditujukan agar mekanisme pembiayaan dalam arsitektur kesehatan global untuk pencegahan dan penanggulangan pandemi bisa berfungsi optimal. Apalagi pandemi COVID-19 membuat kerugian yang sangat besar dalam skala global.
Bagi Indonesia, frekuensi krisis kesehatan dalam kurun beberapa bulan terakhir bergerak lebih sering, seperti kemunculan cacar monyet sebagai pandemi berskala kecil.
Dana pandemi yang dibentuk itu, akan melibatkan Bank Dunia sebagai penyimpan dana, dan WHO sebagai bagian dari penasihat/ahli yang memberi masukan bagaimana dana tersebut dipergunakan oleh negara-negara untuk kepentingan pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan ancaman pandemi di masa depan.
Kesenjangan kapasitas kesehatan tidak dapat dibiarkan. Negara berkembang perlu kemitraan yang memberdayakan. Dalam hal ini, G20 menekankan negara-negara maju yang merupakan anggota G20 agar menempatkan negara-negara berkembang sebagai bagian dari solusi persoalan-persoalan kesehatan.
G20 mengajak negara berkembang ikut berperan sebagai rantai pasok kesehatan global, termasuk pusat manufaktur dan riset dalam arsitektur global agar kesenjangan kapasitas di sektor kesehatan dapat ditekan.
Bagi Indonesia, kerja sama riset dan transfer teknologi diperkuat, dan akses bahan baku produksi untuk negara berkembang diperluas. Selain itu, TRIPS Waiver harus diperluas pada semua solusi kesehatan, termasuk diagnostik dan terapeutik. WHO juga harus merealisasikan komitmennya terkait hubs dan spokes solusi kesehatan.