Uzur dalam hal ini adalah sakit yang menyebabkan seseorang tidak sanggup mendatangi masjid untuk salat Jumat atau karena ditahan oleh penguasa yang berwenang. Selain itu, bisa juga karena meninggalnya orang yang menjadi tanggung jawabnya baik dari kerabat maupun lainnya.
Menurut Muhammad Na’im Muhammad Hani Sa’i dalam Maausu’ah Masa ‘Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy, musafir tidak wajib salat Jumat. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Pendapat senada turut dikatakan Wahbah az-Zuhaili dalam kitab fikihnya. Ia mengatakan, ulama mazhab Syafi’i berpendapat, jika seorang musafir pergi sebelum waktu fajar, maka tidak ada kewajiban salat Jumat baginya. Namun, jika musafir berniat bermukim selama empat hari atau ia pergi pada waktu pagi di hari Jumat, maka ia tetap diwajibkan salat Jumat.
Dalam hal ini, menurut Sofyan dan Zulfitri Z. Suleman dalam buku Ragam Metode dan Pendekatan Perumusan Hukum Islam dari Klasik Hingga Kontemporer, orang yang sedang dalam perjalanan dan orang sakit mendapat keringanan dalam menjalankan agama.
Ia menjelaskan lebih lanjut, orang yang boleh meninggalkan salat Jumat karena dalam perjalanan diperkenankan untuk menggantinya dengan salat zuhur.
“Orang dalam perjalanan dan orang sakit diberi dispensasi dalam menjalankan ajaran agama. Orang dalam perjalanan dibolehkan tidak berpuasa, tetapi menggantinya di hari lain, dibolehkan menjamak dan meng-qasar salat, dibolehkan meninggalkan salat Jumat, dan menggantinya dengan salat zuhur,” jelasnya.
Pendapat mengenai diperbolehkannya meninggalkan salat Jumat bagi orang yang sedang dalam perjalanan (al-safar) juga diutarakan oleh A. Djazuli dalam buku Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. (rdr/detik.com)