Sementara Kepala Dinas Perikanan dan Pangan Firdaus menyampaikan selain persoalan buruknya kualitas indukan yang dipakai UPR ketersediaan benih pun menjadi persoalan tersendiri bagi pembudidaya.
Kebutuhan benih di Pesisir Selatan lebih kurang sekitar 213 juta ekor per tahun, dengan luas lahan budidaya perikanan mencapai 1.750 hektare, tersebar yang 15 kecamatan.
“Sedangkan yang mampu diproduksi balai benih ikan hanya 200 ribu saja. Tentu angka ini sangat timpang sekali. Kami berharap ada solusi dari pemerintah pusat,” tuturnya.
Pada kesempatan itu Direktur Pembenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nono Hartanto mengakui kualitas indukan bibit yang dihasilkan UPR hingga kini masih menjadi salah satu persoalan pelik.
Sebagai antisipasi Kementerian KKP telah mensertifikasi seluruh UPR yang ada agar bisa memberikan panduan pada petani budidaya perikanan ketika hendak membeli bibit yang berkulitas.
“Karena itu kami minta petani budidaya menanyakan sertifikasi UPR itu terlebih dahulu sebelum membeli bibit. Jangan sampai nanti beli bibit abal-abal,” jelasnya.
Minimnya ketersediaan bibit unggul di balai benih saat ini adalah karena ada larangan kementerian memberikan bantuan bibit unggul ke balai benih seperti diatur Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda.
Padahal ia mengakui Unit Pelaksana Teknis Kement KKP banyak bibit indukan unggul, namun bisa diberikan pada balai benih yang ada di daerah. Solusinya saat ini adalah UPR boleh mengajukan bantuan indukan unggul ke kementerian.
“Namun dengan catatan harus dengan kelompok. Untuk wilayah Sumatera Barat, kini bisa minta ke Jambi,” tuturnya. (rdr/ant)