PADANG, RADARSUMBAR.COM – Setelah sukses menyelenggarakan pertunjukan musik Buni-bunian 1 dan 2 di kota Padang Panjang, Forum Komponis Muda Sumatera Barat (FKM Sumbar) kembali menggelar Buni-bunian edisi ke 3 di Kota Padang, Rabu (21/2/2024).
Kegiatan tersebut didukung oleh Show Koffie, Frontal Project dan jaringan kolektif di Kota Padang.
FKM Sumbar awalnya diinisiasi oleh sejumlah komponis muda Sumbar pada pertengahan tahun 2018. Sejak saat itu, forum ini aktif membuat diskusi seputar komposisi musik dan komponis Sumbar.
Kemudian di tahun 2023, FKM Sumbar merasa perlu untuk mengagendakan showcase kecil namun berkelanjutan yang diberi nama ‘Buni-bunian’. Kegiatan ini dilaksanakan setiap dua bulan sekali pada kota yang berbeda.
Kata ‘musik’ yang dikenal sekarang, dahulu orang Minangkabau menyebutnya ‘Buni-bunian’ yang tidak hanya merujuk pada bunyi ensambel alat musik tradisional yang ada di acara perhelatan saja. Tetapi, juga kepada bunyi yang bersifat fungsional seperti bunyi canang, tong-tong, atau yang lainnya.
“Buni-bunian sengaja tidak digelar pada ruang pertunjukan yang eksklusif, melainkan di ruang publik. Musik lahir dari realita sosial, sudah semestinya karya komposisi musik dihadirkan pada ruang yang tidak berjarak dari masyarakat,” kata salah seorang komponis, Jumaidil.
Gelaran Buni-bunian edisi ke-3 menampilkan empat komponis muda berbakat asal Padang, Solok dan Padang Panjang. Di antaranya Uswatul Hakim (Padang), Avant Garde Dewa Gugat/AGDG (Padang Panjang), Hendri Koto (Padang) dan Muhammad Rizky (Solok).
“Pada sesi pertama, setiap komponis akan menampilkan karya komposisi musiknya. Di sesi dua, setiap komponis diminta untuk memaparkan ide dan gagasan mereka dalam berkarya,” kata musisi dari Orkes Taman Bunga tersebut.
Uswatul Hakim menjadi penampil pertama dengan judul karya Revival (Barat Laut). Karya ini terinspirasi dari tradisi musik pesisir, budaya masyarakat Minangkabau dan dialektikanya pada masa kini.
Perpaduan bunyi yang muncul dari drum, gitar elektrik dan akordion mencoba mengungkap perkembangan tradisi pesisir Minang pada masa kini.
Selanjutnya ada Avant Garde Dewa Gugat (AGDG) yang membawa karya dengan judul Konsummaswn. Karya ini berangkat dari perenungan si komposer terkait ingatan bunyi dan sentuhan, lalu diterjemahkan dalam bentuk garapan komposisi musik elektro akustik yang noise experimental.
Hendri Koto menyuguhkan karya komposisi musik yang berjudul Uban to Urban. Karya ini mengungkap perjuangan kaum tua untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan digitalisasi.