ISLAM, RADARSUMBAR.COM — Secara ontologis Islam atau dalam Al Quran senantiasa memandang suatu peristiwa sebagai bagian dari sunah kehidupan (min lawazim al-hayah), pun demikian halnya dengan bencana gempa yang menimpa manusia. Itu tidak terjadi dengan serta-merta.
Meski demikian, manusia terkadang terjebak dengan pandangannya sendiri, berdebat, menyalahkan, hingga mengkambinghitamkan Tuhan dalam hal ini.
Bencana dilihat dalam bentuk yang beragam. Sebagai ujian, sebagai musibah, sebagai cobaan, hingga ada juga yang menyebutnya sebagai kutukan.
Dalam Al Quran sendiri juga akan ditemukan sejumlah terma dalam menyebut suatu fenomena alam (bencana) ini.
Pertama, misalnya, adalah terma al-bala’ yang berarti ujian. Secara morfologis berasal dari kata bala-yablu-balwan wa balaan yang bermakna rusak, menguji, dan sedih. Kata bala’ dalam Alquran terulang enam kali.
Bentuk jamaknya adalah balaya, dengan segala derivasinya banyak dijumpai dalam Alquran(Ibn Faris dalam Mu’jam Maqayis fi al-Lughah). Kedua adalah term mushibah. Term mushibah juga banyak dijumpai dalam Al Quran sebanyak sepuluh kali.
Term mushibah berasal dari kata ashaba-yushibu-ishabatan, yang berarti sesuatu yang menimpa (objek tertentu). Kata musibah relatif dimaknai sama yang berarti kejadian atau peristiwa yang menimpa, malapetaka, dan bencana.
Kata ini misalnya bisa dijumpai dalam surat al- Baqarah ayat 156.
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”
Ketiga, term fitnah. Secara morfologis berasal dari kata fatana-yaftunu-fitnah. Term fitnah dengan derivasinya terulang sebanyak 64 kali dan tersebar di berbagai surat dalam Alquran.
Kata fitnah lumrah sering dipahami banyak orang secara parsial, sebagaimana tampak dalam pengertian komunal bahwa fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang.
Sementara, term fitnah dalam Alquran terkait konteks bencana lebih dekat maknanya dengan ikhtibâr (ujian/cobaan). Hal ini sebagaimana terkuak dalam Surah Thaha ayat 40.
وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا
“..dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.”
Terlepas dari bagaimana derivasi term bencana itu dijumpai dan diperdebatkan, suatu pemahaman tentang kebenaran tetap menjadi hak dari setiap akal manusia. Di sana dibutuhkan kebiksanaan kita dalam mencerna segala macam peristiwa.
Imam Al-Ghazali mengutarakan sebuah pendapatnya tentang akal dalam memahami dunia dan mencari suatu kebenaran. Namun di lain sisi, Imam Al-Ghazali menganggap suatu akal manusia memiliki suatu keterbatasan.