Entah video itu by design atau memang spontan saja. Tapi, it works. Prabroro mengisi ruang-ruang canda publik. Mengalahkan ‘omon-omon’ dan ‘gemoy’ di saat yang tepat.
Apakah “kamu pilih Prabroro atau Jangkar?” ini turut mempengaruhi keunggulan Prabowo di Pilpres 2024 (berdasarkan data quick count)? Bisa saja. Karena itu bagian dari marketing politik. Sekali lagi, terlepas itu by design atau spontan.
Marketing seperti ini tidak hanya terjadi di politik saja. Ambil contoh ketika supremo F1 Bernie Ecclestone dirampok jam tangan Hublot nya.
Wajahnya yang lebam dipukuli perampoknya, malah menjadi marketing yang efektif dan viral bagi Hublot dan Bernie sendiri.
Atau ketika Nike salah memasang arah logo swoosh nya pada sebuah sepatu Air Jordan. Sepatu yang ‘cacat’ produksi ini malah menjadi sepatu langka yang mahal, dan buruan para kolektor. Jadi fenomena blessing in disguise itu ada.
Hal ini juga membuktikan hal lain, bahwa marketing tidak harus serius melulu. Bahwa politik tidak harus selalu berat. Lihat saja Prabroro dan Jangkar.
Penyebutan nama yang tidak lurus pun ternyata bisa saja mempengaruhi hasil pemilihan presiden negara demokrasi terbesar di dunia.
Jadi kamu pilih Prabroro atau Jangkar? (*)