Apakah perencanaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Mentawai yang direncanakan di zaman Gubernur Irwan Prayitno ikut dikoordinasikan dengan Pemkab Kepulauan Mentawai, dan dibahas di Rakor? Dan banyak lagi persoalan-persoalan strategis lainnya untuk dikoordinasikan, seperti jalan antar kabupaten, jalan tol Padang-Pekanbaru, Main Stadion, Bank Nagari dan lain sebagainya, apa dibicarakan di Rakor?
Kemudian, mencermati pernyataan Gubernur Mahyeldi, yang menyuruh mundur direksi Bank Nagari kalau tidak setuju konversi, secara vulgar ke publik, semakin memperlihatkan ada yang salah dengan pola komunikasi Mahyeldi. Bank Nagari itu bukan OPD yang bisa seenak perut saja dimarahi seperti anak-anak. Secara teknis kalau soal konversi, saya sangat yakin selesai sama para direksi, karena mereka itu para profesional.
Tapi konversi Bank Nagari menjadi syariah itu kan proses politiknya yang lebih mengedepan karena berhubungan dengan perda oleh DPRD Sumbar (lembaga politik), dan persetujuan pemegang saham kabupaten/kota, dimana bupati/wali kota itu merupakan jabatan politik. Karena secara politik konversi Bank Nagari itu tersendat, maka jangan “awak nan indak pandai manari, dikecekkan lantai nan manjongkek”.
Direksi itu “boss”-nya adalah para pemegang saham. Dan Pemprov Sumbar itu hanya memiliki 31 persen saham, tidak mayoritas. Ada lagi pemegang saham lainnya, yakni kabupaten/kota, dan pensiunan pegawai Bank Nagari. Jadi segala sesuatu persoalan strategis/prinsip harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk penggantian para direksi. Kalau dirasa ada masalah, di RUPS inilah Gubernur Mahyeldi seharusnya bicara, tidak sembarangan seperti saat ini.
Bank itu adalah bisnis kepercayaan (trust). Dengan heboh-heboh tak karuan, akan menyebabkan para nasabah, deposan dan lainnya tentu akan berpikir-pikir terhadap Bank Nagari. Padahal saat ini Bank Nagari sedang sehat-sehatnya. Jadi, dari persoalan Rakor dan Bank Nagari ini, saran saya, Gubernur Mahyeldi harus mengevaluasi pola komunikasinya, serta anak buahnya yang Asal Bapak Senang (ABS), dan penjilat, khususnya dalam bidang komunikasi. (*)