Pemko Bukittinggi Antisipasi Dampak Cuaca Ekstrem terhadap Lahan Pertanian Warga

Sampai saat ini, Alhamdulillah belum ada dampak luar biasa terhadap sektor pertanian akibat iklim ekstrem

Salah satu lahan pertanian warga di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Pemerintah daerah setempat melakukan langkah antisipasi dampak rusaknya lahan pertanian karena cuaca ekstrem (Antara/Al Fatah)

BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kota Bukittinggi, Sumatera Barat mewaspadai rusaknya lahan pertanian warga akibat cuaca ekstrem yang saat ini sering terjadi di daerah setempat.

“Sampai saat ini, Alhamdulillah belum ada dampak luar biasa terhadap sektor pertanian akibat iklim ekstrem, tapi kami melalui penyuluh tetap mendampingi petani sebagai langkah antisipasi,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Bukittinggi, Melwizardi, Kamis.

Ia mengatakan secara berkala DPP melakukan pengawasan dan pendampingan ke kelompok tani hingga antisipasi dampak resiko bencana yang akan merusak lahan pertanian bisa diminimalisir.

“Kami disiplin melakukan pengaturan jadwal tanam dan komoditas yang ditanam hingga potensi lahan rusak dan gagal panen bisa ditekan,” katanya.

Menurutnya, Pemko Bukittinggi komitmen untuk memajukan hasil pertanian warga yang telah disesuaikan dengan misi ketujuh Wako setempat.

“Misi ketujuh Wako Erman Safar yaitu hebat dalam sektor pertanian, ini menjadi landasan komitmen DPP untuk memberikan pelayanan terbaik ke petani, jangan sampai mereka rugi termasuk karena cuaca ekstrem yang berpotensi merusak,” ujarnya.

DPP juga telah melakukan sosialisasi informasi kepada kelompok tani agar mampu memberikan informasi terkini terkait iklim yang berdampak pada sektor pengolahan persawahan.

“Disampaikan juga ke petani bagaimana gambaran prospek iklim di tahun 2023 dalam memulai produksi pangan, tinjauan outlook iklim global telah disiarkan oleh BMKG,” kata Melwizardi.

Ia mengatakan pola curah hujan rata-rata bulanan di Sumatera Barat juga perlu diwaspadai petani.

“Curah hujan disertai angin kencang juga diwaspadai, beberapa hari terakhir tujuh pohon tumbang karenanya, perlu pengalihan genangan air dan antisipasi tanggul jebol nantinya jika cuaca ekstrem berlangsung lama,” pungkasnya.

Sebelumnya, Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari mengatakan bahwa hasil monitoring BMKG dalam 40 tahun terakhir mengindikasikan curah hujan ekstrem di Indonesia mengalami kecenderungan peningkatan, baik dalam hal frekuensi maupun intensitas.

“Tren ini mengakibatkan tingginya angka bencana hidrometeorologi yang didominasi oleh banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, serta kekeringan, berbagai kejadian ini tak lepas dari akibat perubahan iklim,” ujar Supari. (rdr/ant)

Exit mobile version