Ia juga merasa diancam akan dipindahtugaskan ke Kota Padang dan diadukan ke Dekan sebagai dosen di Kampus Unand.
Ia mempertanyakan aturan yang diterapkan oleh manajemen RSAM Bukittinggi yaitu SK-direktur Nomor: 341 Tahun 2021 dengan dasar Permenkes Nomor 85 Tahun 2015.
“Situasi ini adalah bentuk kekeliruan, COVID-19 adalah bencana, dan tentu peraturan yang dirujuk sesuai dengan keadaan bencana melalui KMK penanganan COVID-19,” tegasnya.
Deddy juga mengungkap adanya pertemuan lanjutan seluruh Nakes pada awal Februari yang mana mantan Direktur RSAM mengakui kesalahannya dalam soal pembagian uang dana COVID-19 itu.
“Saat itu, mantan Dirut dan dan beberapa petinggi lainnya mengakui mereka telah membuat Surat Keputusan (SK) yang salah dan pembagian uang yang salah, mereka minta maaf dan saat itu juga ada usaha untuk merubah SK untuk menutupi kesalahan, saya bilang masalah ini belum selesai belum ada keputusan, ada orang-orang yang dirugikan dan difitnah,” katanya menjelaskan.
Deddy mempertanyakan adanya SK yang diganti beberapa kali tidak sesuai PMK dengan memperkecil bagian bagi mereka yang bekerja secara langsung kepada pasien COVID-19.
“60 persen jasa pelayanan sesuai aturan negara diganti menjadi 40 persen, sebaliknya jasa sarana yang dijadikan 60 persen, saya curigai juga pergantian SK yang bisa dilakukan sesaat saja dan berbiaya Rp612 juta untuk pembuatan SK itu saja,” kata Deddy.
Menurutnya, seluruh data dari kecurigaannya itu beserta rekaman ia lampirkan dalam pengaduannya. “Saya lampirkan video rekaman saya dan bukti, hasil berikutnya saya serahkan pada Allah,” ujarnya. (rdr/ant)