AROSUKA, RADARSUMBAR.COM – Bupati Solok, Epyardi Asda berdalih dirinya ‘mencak-mencak’ gegara Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi dan rombongan Tim Safari Ramadan (TSR) tak berkoordinasi dengan dirinya selaku Bupati Solok, hanya demi menjaga keselamatan orang nomor satu tersebut.
Dirinya membantah pernyataan demi pernyataan yang keluar dari mulutnya tersebut sebagai bentuk sebuah arogansi.
“Ini bukan arogansi, namun ini sebagai bentuk koordinasi agar jika terjadi sesuatu dengan Gubernur Sumbar, apalagi kegiatannya di tengah malam, kami bisa tahu. Jika terjadi apa-apa, (jika kami tak tahu) kami yang repot,” katanya beberapa waktu lalu.
Sehingga, katanya, koordinasi antar kepala daerah itu penting. Selain tentang memajukan daerah dan mensejahterakan masyarakat, langkah tersebut juga sebagai bentuk kehadiran dan pertanggungjawabannya kepada rombongan Gubernur Sumbar serta posisi dia sebagai Bupati di Kabupaten Solok.
Namun pada video yang kadung beredar luas di masyarakat, Epyardi menilai Gubernur selama ini kurang koordinasi jika ada kegiatan yang dilaksanakan di kabupaten dan kota se-Sumbar.
“Dia datang ke semua daerah Sumatera Barat ini, nggak pernah ngasih tahu sama bupati, wali kota. Ujung-ujungnya datang ke tempat orang seperti malam ini. Mau datang ke Cupak, mau datang ke sini, dibawanya kadernya. Emangnya Solok ini negara PKS apa? Ini negara ini ada aturannya,” katanya.
“Bahasa Minang itu ada pepatah ciek rumah gadang ciek lasuang dan ciek tungganai. Ciek lasuang ciek ayam gadang, ciek rumah gadang ciek tungganai,” timpal politisi PAN ini.
Menurutnya, seorang Gubernur harus paham dengan tupoksinya. “Gak bisa seenak udelnya. Mentang-mentang dia jadi gubernur dia seenak udelnya. Nggak bisa, dia gak punya daerah kekuasaan. Dia hanya bersifat koordinator. Tolong kasih tahu sama Pak gubernur ini, tolong belajar. Kalau nggak, tanya sama orang, apa tupoksinya dia sebagai Gubernur,” kritik Epyardi.
Saking kesalnya, Epyardi juga mengungkit-ungkit ‘perseteruannya’ dengan Gubernur Sumbar soal pembangunan objek wisata di Danau Singkarak yang gagal terlaksana.
Dia juga menceritakan sebab musabab mengapa dilakukannya pembangunan objek wisata di Danau Singkarak.
“Waktu ingin membangun Kabupaten Solok (objek wisata di Danau Singkarak), saya undang Pak Gubernur. Bahkan kita disuruh untuk dilanjutkan. Gubernur minta temui kepala dinas untuk secepatnya mengeluarkan izin. Saya perintahkan Sekda ke provinsi, tapi setiba di provinsi tak ada satupun kepala dinas yang mau menemui Sekda saya,” papar Epyardi.
Epyardi mengaku kemudian menemui BPN dan mengumpulkan pihak nagari untuk membicarakan terkait pembangunan Danau Singkarak tersebut. Dari pertemuan itu disepakati bahwa pembangunannya akan dikerjakan oleh CV Anam Daro. Lalu juga disepakati bahwa nanti pengelolaannya akan dihibahkan ke nagari.
“Tapi seminggu setelah itu Kadis Perikanan Sumbar melaporkan saya ke KPK karena pembangunan yang dilakukan itu dianggap telah merusak pantai, merusak Danau Singkarak. Segitu kejamnya mereka. Sementara gubernurnya menyuruh kami membangun balkon-balkon, anak buahnya melaporkan kita ke KPK,” sindir Epyardi.
Epyardi tak habis pikir, niat baiknya untuk membangun Kabupaten Solok banyak mendapatkan hambatan.
“Saya sedih Pak. Padahal saya tujuannya untuk membangun kampung halaman. Kalau boleh saya ngomong Pak, Cinangkiak itu saya investasi habis 200 miliar, Pak. jangankan untuk pulang modal, untuk bayar gaji karyawan saja tiap bulan saya harus nombok, Pak,” akunya.
“Yang saya harapkan Solok ini berkembang dan bangkit. Dulu kita terpuruk di semua lini, sekarang kita sudah terbaik. Setiap saat kita dapatkan penghargaan. Seharusnya kita ini dihargai oleh atasan kita,” kata Epyardi. (rdr)