Saking kesalnya, Epyardi juga mengungkit-ungkit ‘perseteruannya’ dengan Gubernur Sumbar soal pembangunan objek wisata di Danau Singkarak yang gagal terlaksana.
Dia juga menceritakan sebab musabab mengapa dilakukannya pembangunan objek wisata di Danau Singkarak.
“Waktu ingin membangun Kabupaten Solok (objek wisata di Danau Singkarak), saya undang Pak Gubernur. Bahkan kita disuruh untuk dilanjutkan. Gubernur minta temui kepala dinas untuk secepatnya mengeluarkan izin. Saya perintahkan Sekda ke provinsi, tapi setiba di provinsi tak ada satupun kepala dinas yang mau menemui Sekda saya,” papar Epyardi.
Epyardi mengaku kemudian menemui BPN dan mengumpulkan pihak nagari untuk membicarakan terkait pembangunan Danau Singkarak tersebut. Dari pertemuan itu disepakati bahwa pembangunannya akan dikerjakan oleh CV Anam Daro. Lalu juga disepakati bahwa nanti pengelolaannya akan dihibahkan ke nagari.
“Tapi seminggu setelah itu Kadis Perikanan Sumbar melaporkan saya ke KPK karena pembangunan yang dilakukan itu dianggap telah merusak pantai, merusak Danau Singkarak. Segitu kejamnya mereka. Sementara gubernurnya menyuruh kami membangun balkon-balkon, anak buahnya melaporkan kita ke KPK,” sindir Epyardi.
Epyardi tak habis pikir, niat baiknya untuk membangun Kabupaten Solok banyak mendapatkan hambatan.
“Saya sedih Pak. Padahal saya tujuannya untuk membangun kampung halaman. Kalau boleh saya ngomong Pak, Cinangkiak itu saya investasi habis 200 miliar, Pak. jangankan untuk pulang modal, untuk bayar gaji karyawan saja tiap bulan saya harus nombok, Pak,” akunya.
“Yang saya harapkan Solok ini berkembang dan bangkit. Dulu kita terpuruk di semua lini, sekarang kita sudah terbaik. Setiap saat kita dapatkan penghargaan. Seharusnya kita ini dihargai oleh atasan kita,” kata Epyardi. (rdr)