Masyarakat juga mendesak DPRD Kabupaten Solok untuk mengembalikan jabatan Hendri Yuda selaku Wali Nagari Gantung Ciri.
Pada tempat yang sama, aksi unjuk rasa ke lembaga legislatif di Kabupaten Solok juga dilakukan oleh kelompok masyarakat bernama Solidaritas Nagari Solok (Solina).
Aksi itu dilakukan tak berjauhan dari kubu lainnya.
Namun, tuntutan mereka adalah meminta DPRD Kabupaten Solok bertanggung jawab atas penggelembungan (markup) uang perjalanan dinas yang terjadi sejak tahun 2019 hingga 2022.
“Hari ini kami sudah sampaikan bahwa kami punya tuntutan ke DPRD Kabupaten Solok. Aksi ini merupakan tuntutan penjelasan markup dan fiktif perjalanan dinas sejak tahun 2019 hingga 2022, 4 tahun berturut-turut itu terjadi, artinya terjadi pembiaran,” kata Koordinator Aksi, Arisvan Bakhtiar.
Arisvan mengatakan, tindakan memalukan yang diduga dilakukan oleh anggota DPRD itu merupakan persoalan moral, etika, dan sosial yang harus diluruskan.
Bahkan, Arisvan menyebut bahwa konstruksi atau cara berfikir anggota DPRD Kabupaten Solok telah salah atau keliru.
“Mereka harus meminta maaf kepada 74 nagari se-Kabupaten Solok, seandainya ini tidak dilaksanakan, kami akan aksi lebih banyak lagi, kami akan tembus barikade, kami akan lakukan caranya, penindasan harus dilawan,” katanya.
Arisvan mengatakan, tuntutan soal perjalanan fiktif yang dilakukan oleh 33 dari 35 anggota DPRD Kabupaten Solok itu terbukti dan ada catatan atau temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Cek saja. Masih ada beberapa anggota DPRD Kabupaten Solok yang belum mengembalikan uang, kami tidak membicarakan orang, tapi membicarakan kelembagaan,” katanya.
Dirinya menghormati proses hukum berjalan dan meminta polisi menegakkan supremasi hukum.
“Kami sudah gerah. Tahun 2022 ini sekitar 33 dari 35 orang, ini bukan soal mengembalikan, ini soal moral, etika, sosial. Bukan hari ini saja terjadi, ada temuan Rp1 miliar, tahun berikutnya Rp300 juta, kemudian Rp800 juta, sekarang fantastis Rp5,7 miliar. Kami meminta masyarakat agar tak memilih mereka lagi di Pemilu 2024, kami tak lihat dari partai mana saja,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Solok, AKBP Muari mengatakan, pihaknya mengerahkan 380 personel untuk mengamankan dua aksi unjuk rasa tersebut.
“Kami turunkan 380 personel, 180 dari Polres, 100 dari Sabhara Polda Sumbar dan 100 dari Brimob. Kami tampung siapa saja yang hendak menyalurkan aspirasinya (dengan surat tanda terima pemberitahuan),” katanya.
Ketika disinggung soal penyelewengan keuangan negara yang diduga dilakukan secara berjamaah oleh anggota DPRD Kabupaten Solok, Muari mengatakan bahwa proses penanganannya memiliki mekanisme hukum tersendiri.
Kami belum mengetahui adanya laporan penyelewengan anggaran baik oleh DPRD atau Pemkab, kalau pun ada, ada mekanisme sendiri, kami menunggu hingga Februari, sebelum Februari sudah dikembalikan, mereka dinyatakan sudah mengembalikan,” katanya.
Namun, pihaknya hanya akan menindaklanjuti laporan yang mengarah ke ranah pidana, bukan perdata.
“Kalau perdata silakan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), tapi kalau pidana kami akan tindaklanjuti,” tuturnya. (rdr)