PADANG, RADARSUMBAR.COM – Jumlah pemilih pemula di Pemilihan Umum 2024 cukup banyak, bahkan sejumlah elit politik mengubah gaya kampanye mereka dari pola lama menjadi pola kekinian yang dirasa lekat dengan anak muda.
Model pendekatan itu, mulai dari menyuguhkan hal yang disukai generasi muda, seperti membuat video pendek di media sosial, diskusi virtual, maupun diskusi langsung dengan generasi muda, hingga memunculkan calon atau partai yang memiliki kesan dekat dengan anak muda.
Sejumlah calon peserta pemilu juga aktif menyuarakan ruang bagi generasi muda untuk berkreasi dan mengembangkan diri agar mereka sukses di kemudian hari.
Beragam hal itu dilakukan partai politik untuk meraih perhatian generasi muda yang memiliki suara dan tetarik menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Tujuannya adalah mereka mampu mengoptimalkan suara pemilih muda yang jumlahnya cukup signifikan di pemilu kali ini.
Selain itu pemilih pemula ini dirasakan akan lebih mudah diarahkan menentukan pilihan mereka dalam pemilu karena hal ini merupakan pengalaman pemilu pertama bagi mereka.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Barat menetapkan jumlah pemilih dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2024 sebanyak 4.109.235 orang. Dari data yang dimiliki KPU sebesar 60 persen adalah pemilih milenial. Jumlah ini tentu sangat menentukan dalam pemilu.
Dengan dominannya jumlah pemilih pemula ini membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memutar otak dalam melakukan sosialisasi, edukasi, serta meyakinkan pemilih pemula ini untuk datang ke TPS saat pemilu untuk menyalurkan hak pilih mereka pada 14 Februari 2024.
Pengamat ilmu komunikasi Universitas Andalas, Sumatera Barat, Najmuddin Rasul Ph.D menyatakan ada tiga langkah yang harus dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam meningkatkan partisipasi pemilih pemula di Pemilu 2024.
Pertama, adalah pendekatan yang dilakukan secara tradisional, berupa ajakan, imbauan, dan sosialisasi pemilu. Langkah kedua, dengan merangkul generasi muda yang memang menghabiskan aktivitas mereka di media sosial.
Ruang media sosial ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh KPU untuk meyakinkan kaum muda agar menggunakan hak pilih nantinya.
Ketiga, membuka ruang diskusi yang rutin di kalangan anak muda, melalui lembaga swadaya masyarakat atau NGO.
Melakukan kerja sama dengan lembaga yang fokus pada generasi muda tentu membuat pesan-pesan pemilu dapat lebih sampai dengan baik.
Jika semua itu dilakukan secara konsisten, maka peluang partisipasi pemilih pemula bisa lebih meningkat.
Selain itu yang harus dilakukan KPU adalah melakukan pemetaan jumlah pemilih pemula yang ada di Sumatera Barat dan melakukan klasifikasi terhadap pemilih muda.
Klasifikasi itu, mulai dari pemilih berumur 17 tahun hingga 22 tahun yang merasakan pemilu pertama di 2024. Kemudian kategori 22 tahun sampai 42 tahun yang merupakan pemilih muda dan telah memiliki pengalaman mengikuti pemilu sebelumnya.