Kariernya terus menanjak setelah menjadi pendiri surat kabar Soenting Melajoe, yang didirikan pada 1912. Surat kabar tersebut didirikannya atas dasar keinginan berbagi cerita tentang perjuangan memajukan pendidikan bagi kaum perempuan. Surat kabar itu menjadi yang pertama dipimpin dan ditulis oleh perempuan.
Dia juga menjadi pemimpin dia media lain, ia mengirim tulisan dengan tulisan tangan yang berisikan kegiatan-kegiatan wanita hingga peristiwa politik. Ruhana konsisten menulis artikel yang mendorong perempuan untuk membela kesetaraan dan melawan kolonialisme sepanjang kariernya. Berkat pengaruhnya, banyak yang menganggap perempuan dalam jurnalisme Indonesia menjadi lebih kritis dan berani.
Ruhana meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 dalam usia 87 tahun. Ruhana sebelumnya pernah diusulkan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 2018 lalu, namun namanya tersisih dalam seleksi final oleh Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial. Pada 2019, nama Ruhana kembali diusulkan, dan kali ini almarhumah dipastikan menerima anugerah Gelar Pahlawan Nasional 2019.
Ruhana memang bukan pahlawan yang turun ke medan perang. Dia menjadi pahlawan karena memperjuangkan hak-hak perempuan lewat pemikiran dan tulisannya. (kumparan.com)