Gerakan Padri yang mendesak kaum Minangkabau meninggalkan budaya baampok, minuman keras sertai maksiat lain tuntas dilakukan di pedalaman Minangkabau, namun masih ada sisa-sisanya didaerah luak perantau Minangkabau.
Oleh: Bagindo Yohanes Wempi – Mantan anggota DPRD Padang Pariaman
Budaya itu masih terbentuk dalam pertemuan kolektif lintas pemain judi suatu tempat khusus namanya “manapa baampo”, maksut adalah perjudian dilakuan dalam bentuk Alek Nagari atau pesta berjudi.
Para para penjudi lintas nagari akan hadir dalam pertaruhan itu, mereka datang rame-rame kelokasi acara yang juga ada janangnya atau panitia dalam keadaan sekarang.
Perjudian ini diadakan secara meriah tidak kenal waktu, bisa dilaksanakan selama 24 jam, berhari tanpa henti, tidak kenal siang dan malam.
Seperti diluak rantau “manapa baampo” ini juga termasuk budaya anak nagari yang juga muncaknya/pemimpin setiap nagari tersebut sehingga manapa baampo sudah menjadi agenda budaya yang selalu ada.
“Manapa baampo” ini tidak dikenal sikaya dan simiskin, semua yang mau ikut “manapa baampo” bisa dimodali oleh lawannya jika peserta tidak punya uang atau modal untuk berjudi.
Sistim budaya manapa baampo dahulunya sebelum dibasmi oleh kaum Padri, termasuk Alek Nagari yang diakui oleh Ninik Mamak karena itu bagian dari pemenang anak nagari sama dengan silek, luambek, baburu babi dan permainan anak nagari lainnya.
Secara uraian mendalam budaya manapa baampo ini secara perkembangan zaman tidak lagi terjadi, namun sisa-sisa budaya tersebut masih ditemukan ditengah masyarakat Minang. Jadi tidak hal mengherankan saat ini ditengah masyarakat masih ditemukan anak nagari berjudi lalu ditangkap polis.
Apalagi disaat memasuki bulan puasa sampai lebaran idul Fitri dipastikan baampo akan marah dilapau-lapau atau kedai-kedai, memang dahulunya ada Alek Anak Nagari namanya manapa baampo.
Manapa baampo ini tidak hanya meresahkan masyarakat, namun juga terjadi perkelahian saat baampo/berjudi itu terjadi, sehingga korban dipastikan ada, hal ini yang perlu kita antisipasi yaitu dampak dari berjudi tersebut.
Dalam hukum formal Di Indonesia, hukum terkait judi, termasuk judi yang hari ini marak yaitu online, diatur dalam beberapa peraturan yang melarang aktivitas tersebut.
Berdasarkan Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), segala bentuk perjudian, baik konvensional maupun digital, adalah ilegal dan diancam dengan hukuman pidana. Berikut ini kutipan bunyinya:
“Barang siapa dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, atau turut serta dalam suatu usaha untuk itu, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp25 juta.”
Selain KUHP, aturan terkait judi online juga tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pasal 27 ayat 2.
Dalam undang-undang tersebut, pelaku judi online akan dipidana hukuman penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam Islam pun judi ini termasuk yang diharamkan, dilarang maka yang hari ini masih berjudi, saatnya hentikan, berhenti main judi dan bertobat.
Setiap orang yang ingin melakukan tobat bisa melaksanakan sholat sunnah tobat dengan ikhlas dan semata-mata meraih ridho Allah Subhanahu wa ta’ala. Bisa menjalankan sholat tobat kapan saja, baik siang maupun malam hari.
Namun, beberapa ulama menyarankan untuk melaksanakannya bersamaan dengan sholat tahajud atau tepatnya berada di waktu sepertiga malam. Pasalnya, para malaikat akan menyaksikan umat manusia sedang bertobat.
Kemudian banyak-banyak berdzikir, khususnya beristighfar dan menghayati dengan penuh penyesalan serta mengharap pengambunan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. (**)