Sebetulnya secara politik hubungan antara Presiden Prabowo dan Jokowi, termasuk hubungan Jokowi dan SBY, akhir-akhir ini terlihat juga tidak sedang baik-baik saja. Khususnya, soal pagar laut.
Presiden Prabowo jelas memerintahkan pagar laut itu dibongkar karena mengganggu nelayan dan menyalahi aturan. Kementerian Kelautan dan Perikanan sempat maju-mundur, termasuk TNI Angkatan Laut dalam menjalani perintah langsung dari Presiden itu. Hanya Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid yang sejak awal tegak lurus dengan perintah Sang Presiden.
Presiden Jokowi awalnya jelas meminta pemerintah untuk mengusut tuntas dari bawah proses legalitas dari pembuatan pagar laut dan sertifikat di atas pagar laut itu. Ternyata, setelah diusut tuntas oleh Menteri Nusron Wahid, semua proses legalitas itu lengkap tanpa catat.
Artinya, semua sertifikat dan segala macam terkait pagar laut itu legal dan sah. Bahkan, mereka juga membayar PBB tiap tahunnya. Menteri Nusron Wahid sampai heran, kok PBB ada di atas laut. Artinya, yang tidak sah adalah kenyataannya. Kalau administrasinya semua sah, dari bawah sampai ke atas.
Entahlah, apa hubungannya antara permintaan Jokowi di atas dengan kenyataan yang sebenarnya ditemukan di lapangan? Apakah dengan legalitas itu artinya pagar laut harus tetap dibiarkan atau harus dibongkar? Kaitan dengan SBY, apakah penempatan AHY sebagai Menteri ATR/BPN sejak awal yang tak sampai setahun di era Presiden Jokowi itu, disengaja untuk melibatkan AHY dalam sengkarut masalah pagar laut atau tidak?
Makanya secara politik hubungan Presiden Prabowo dan Jokowi, termasuk hubungan Jokowi dan SBY, tidak dalam keadaan baik-baik saja. Setidaknya bersifat laten. Tapi untungnya secara pribadi mereka seperti tak ada ganjalan. Artinya, sebesar apa pun masalah nantinya, masih ada peluang untuk dicarikan jalan keluar yang terbaik.
Yang sulit memang kalau sudah tak bisa saling bertemu; saling menghindar pula. Ditambah saling serang pula di ruang publik. Ini seperti tak ada lagi obatnya. Seperti halnya Megawati dan Jokowi; Megawati dan SBY; atau Megawati dan Prabowo sekalipun.
Tapi kabarnya Megawati dan Prabowo akan segera bertemu. Karena sudah saling kirim hadiah, belakangan ini. Megawati mengirim minyak urut, Prabowo mengirim bunga anggrek. Pertemuan antara keduanya hanya soal waktu saja lagi, “kata kedua belah pihak. Kapan? Tunggu saja. Tapi kalau pertemuan antara Megawati dan SBY, apalagi dengan Jokowi, rasanya sudah nyaris mustahil. Sudah talak 3, baik secara pribadi maupun secara politik.
Memang soal pagar laut ini, entah kenapa muncul seperti tiba-tiba saja. Menurut saya agak kecepatan, di mana Presiden Prabowo belum genap 100 hari memimpin ketika itu. Belum genap 100 hari, sudah langsung berhadapan dengan inti masalah; bertemu tidak lagi dengan ular, tapi langsung dengan induk naga.
Bahkan, punggawa-punggawa sang Presiden pun seperti balik badan untuk berhadapan langsung dengan induk naga ini. Desakan dari civil society makin hari makin membesar. Aparat penegak hukum seperti tak berdaya. Kalau mengaku tak tahu, itu hil yang mustahil. Akan dikembalikan pada aturan hukum yang berlaku, ini jalan tengah yang bisa dijawab. Artinya, kasus pagar laut ini tak akan diusut sampai ke akar-akarnya. Makanya Presiden Prabowo merasa perlu untuk mendatangi kembali Jokowi ke Solo, yang diartikan cawe-cawe itu. (*)