Selain dua wawancara atau dua pernyataan yang disampaikan oleh gubernur, informasi atas diizinkannya penggunaan mobnas, juga dikirimkan oleh akun milik pegawai Biro Adpim Pemprov Sumbar, ke grup WhatsApp Publikasi Gubernur dan Wagub.
Grup tersebut dikelola oleh pegawai Pemprov Sumbar dan beranggotakan perwakilan media yang menjalin kerja sama dengan Pemprov. Informasi itu diposting pada Rabu 12 April 2023. Tidak ada bantahan yang disampaikan atas berita itu.
Informasi yang juga dilengkapi foto itu pun kemudian dijadikan berita atau advertorial oleh banyak media daring yang ada di grup tersebut karena dianggap sebagai siaran pers resmi.
Sehingga saat terbit, di bagian akhir tulisan di tutup dengan “ADPSB”, atau singkatan Adpim Sumbar sebagai bukti bahwa berita tersebut adalah rilis dan bagian dari kerja sama. Jika apa yang sebelumnya telah terbit di banyak media adalah hoaks, tentunya ada klarifikasi yang diberikan selanjutnya.
Dari kronologi itu, AJI Padang menyatakan sikap. Pertama, Gubernur Sumbar Mahyeldi tidak tepat menyatakan bahwa banyak pemberitaan media terkait mobil dinas merupakan hoaks.
Kedua, pernyataan hoaks dari Gubernur adalah klaim karena tidak melalui metodologi pengecekan fakta, tapi diduga ingin mengubah narasi yang sebelumnya telah beredar.
Jaringan Pengecekan Fakta Internasional mengharuskan adanya prinsip-prinsip seperti komitmen nonpartisan dan keadilan, komitmen transparansi atas sumber, transparansi metodologi (pengecekan fakta), serta komitmen atas koreksi yang terbuka dan jujur. Artinya, tak gampang menyatakan berita adalah hoaks.
Ketiga, pernyataan hoaks yang disampaikan gubernur terhadap pemberitaan, merupakan pernyataan berbahaya karena bisa mempengaruhi kepercayaan publik terhadap pers dan merupakan salah satu bentuk pelemahan terhadap pers yang bisa bermuara mengganggu kemerdekaan pers.
Keempat, apabila ada pemberitaan yang kurang tepat dan harus dikoreksi, Gubernur Mahyeldi dapat menggunakan mekanisme yang telah diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, seperti hak jawab dan hak koreksi.
Kelima, Gubernur Mahyeldi perlu meralat tuduhan tersebut, meminta maaf, dan membuat penjelasan yang terbuka, jelas, konsisten, serta berhati-hati.
Terakhir, mengimbau jurnalis dan media untuk tetap bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik serta menjalankan kontrol sosial untuk kepentingan publik sebagaimana diamanatkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. (rdr)