Waduh! Keluarga Anak-anak di Agam Saling Lapor usai Perkelahian, Proses Diversi Hukum Berjalan Alot

Proses diversi yang berjalan alot tersebut berlangsung di Polres Agam, Lubuk Basung, pada Jumat (1/3/2024) lalu.

Proses diversi hukum anak-anak yang saling lapor ke polisi usai terlibat aksi perkelahian. (Foto: Dok. Bapas Bukittinggi)

Proses diversi hukum anak-anak yang saling lapor ke polisi usai terlibat aksi perkelahian. (Foto: Dok. Bapas Bukittinggi)

LUBUK BASUNG, RADARSUMBAR.COM – Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Bukittinggi dengan difasilitasi oleh jajaran Polres Agam berhasil mewujudkan diversi terhadap perkara anak yang saling lapor.

Proses diversi yang berjalan alot tersebut berlangsung di Polres Agam, Lubuk Basung, pada Jumat (1/3/2024) lalu.

Kedua belah pihak yang saling lapor dalam perkara anak, sepakat untuk menyelesaikan perkara perkelahian antar anak-anak mereka tersebut dalam skema diversi.

Kepala Bapas Kelas II Bukittinggi, Novri Abbas (Novri) mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam proses diversi. Mulai dari penyidik Polres Agam sebagai fasilitator, pembimbing kemasyarakatan dari Bapas Bukittinggi dan pekerja sosial profesional dari Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai wakil fasilitator.

“Saya mengapresiasi tim pembimbing kemasyarakatan bersama jajaran Polres Agam dan pihak lainnya yang terlibat dalam proses diversi. Dengan demikian, kami bisa menghindarkan anak-anak dari pemidanaan sebagai amanat Undang-undang (UU) nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,” kata Novri via keterangan tertulis, Senin (4/3/2024) malam.

Kejadian tersebut, kata Novri, melibatkan enam anak yang saling lapor, di mana awalnya seorang anak melapor ke Polres Agam karena perkelahian dan pengeroyokan oleh lima anak dan empat orang dewasa.

“Kemudian berlanjut salah satu anak (terlapor) juga melaporkan balik korban (pelapor) sehingga terjadilah kasus saling lapor, karena merasa sama sama menjadi korban,” katanya.

Keberhasilan dalam diversi kasus hukum melibatkan anak-anak, kata Novri Abbas meningkatkan persentase penghindaran anak dari pemidanaan dalam tiga tahun terakhir.

“Kondisi ini mengoptimalisasi penghindaran anak dari pemenjaraan,” katanya.

Penghindaran anak berhadapan dengan hukum (ABH) dari pemidanaan, menurut Novri merupakan tujuan utama dari UU nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana (SPPA).

Namun demikian, Novri tidak menapik bahwa ada ABH yang tak terhindarkan dari pemidanaan.

Amanat dari UU nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA mengamanatkan pemidanaan adalah upaya terakhir untuk sanksi bagi ABH. Pemidanaan untuk anak adalah ultimum remidium bagi anak.

“Untuk itu, sebagai salah satu elemen strategis dalam SPPA, kami terus berupaya semua pihak untuk menghindarkan dari pemidanaan, seperti anak yang melakukan pengulangan tindak pidana dan ancaman hukuman dari tindak pidana yang dilakukan anak lebih dari tujuh tahun,” tuturnya (rdr)

Exit mobile version