PADANG, RADARSUMBAR.COM – Angka perceraian di Indonesia masih tertinggi di Asia Afrika, sekitar 28 persen dari angka perkawinan. Ini tanggung jawab kita bersama untuk mengurai permasalahan ini. Faktor paling tinggi penyebab perceraian itu masalah ekonomi.
Hal ini dikemukakan Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah diwakili Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto saat memberikan materi dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Fasilitator Bimwin Calon Pengantin, Rabu (15/6/2022).
Kasubdit yang hadir melalui zoom meeting ini didampingi Subkoordinator Kepenghuluan dan Fasilitasi FBKS, Syafalmart yang bertindak sebagai moderator.
“Indonesia sedang menghadapi empat permasalahan besar terkait keluarga. Pertama masalah nikah kawin anak. Masalah ini masih sangat masif di Indonesia, ada sekitar 4 persen dari total jumlah pernikahan, dari 1 juta lebih,” jelasnya.
Kedua, masalah stunting. Anak-anak yang menikah di usia yang belum dewasa berisiko sekali melahirkan anak-anak yang stunting. Ketiga, kemiskinan ekstrem.
“Orang miskin berupaya untuk menghilangkan kemiskinan dengan mengurangi tanggung jawab ekonomi keluarga. Caranya dengan menikahkan anaknya sedini mungkin sehingga tanggung jawabnya berkurang,” ulasnya.
Keempat, tingginya angka perceraian di Indonesia, bahkan tertinggi di Asia Afrika mencapai 28 persen dari peristiwa nikah. Tahun 2010 angka perceraian masih sangat rendah sekitar 4 sampai 6 persen. Itupun cerai talak, pihak suami yang mengajukan perceraian.
“Namun tahun 2013 sejak pemerintah mengeluarkan sertifikasi, kasus perceraian meningkat. Perempuan sudah merasa mampu mengurus dirinya sendiri. 93 persen diantaranya cerai gugat, diajukan oleh istri,” jelasnya.
Disebutkan Suryo, ada banyak problema keluarga yang terjadi dan sebagian besar berujung pada perceraian.